
SAMARINDA – Dana Desa di Kaltim pada tahun 2025 mencapai angka fantastis, Rp810,02 miliar. Anggaran yang tersebar di 841 desa pada tujuh kabupaten ini menjadi perhatian khusus Kejati Kaltim untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut.
Langkah tegas dilakukan Kejati Kaltim dengan menggencarkan edukasi dan penerangan hukum kepada perangkat desa, terutama terkait prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan Dana Desa.
“Ini bukan hanya soal administrasi. Ini soal integritas, pertanggungjawaban, dan dampak nyata ke masyarakat. Kami tidak ingin dana sebesar ini dikelola asal-asalan atau bahkan diselewengkan,” tegas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto.
Toni menyampaikan bahwa kegiatan edukasi hukum telah dilakukan di berbagai kabupaten dan akan terus diperluas. Menurutnya, desa sebagai ujung tombak pemerintahan memiliki peran strategis, namun juga rentan terhadap penyalahgunaan anggaran bila tidak dibekali pemahaman hukum yang cukup.

Dana Desa tahun ini secara nasional dialokasikan sebesar Rp71 triliun, sebagaimana tertuang dalam Permenkeu No. 108 Tahun 2024, dengan Rp2 triliun di antaranya berbentuk insentif bagi desa-desa berkinerja baik. Sayangnya, tidak ada satu pun desa di Kaltim yang memperoleh Alokasi Afirmasi, yakni dana tambahan untuk desa sangat tertinggal dan dengan tingkat kemiskinan tinggi.
Hal ini, menurut Kejati, menjadi sinyal perlunya peningkatan kinerja dan tata kelola yang lebih baik di tingkat desa agar ke depan lebih banyak insentif dapat diraih.
Distribusi Dana Desa 2025 di Kaltim diantaranya, Kutai Kartanegara (193 desa): Rp200,57 miliar. Kutai Barat (190 desa): Rp151,37 miliar. Kutai Timur (139 desa): Rp150,31 miliar. Paser (139 desa): Rp124,53 miliar. Berau (100 desa): Rp101,53 miliar. Mahakam Ulu (50 desa): Rp52,24 miliar. Penajam Paser Utara (30 desa): Rp29,47 miliar
Kejati Kaltim menilai bahwa dengan alokasi sebesar itu, risiko korupsi meningkat jika tak diiringi pengawasan ketat dan transparansi penggunaan. Apalagi, masih ada desa-desa yang belum memiliki sistem pelaporan anggaran yang memadai.
“Pembangunan di desa akan gagal kalau dana dikelola hanya untuk kepentingan segelintir orang. Kita ingin desa-desa ini maju, dan itu dimulai dari kejujuran dalam pengelolaan anggaran,” ungkapnya.
Dengan menargetkan peningkatan integritas sejak awal tahun anggaran, Kejati berharap pemanfaatan Dana Desa 2025 tidak hanya terserap penuh, tetapi juga berdampak langsung terhadap kesejahteraan warga desa dan pengurangan kesenjangan wilayah.*







