BONTANG – Keberadaan media sosial (medsos) seperti Facebook, Instagram, dan TikTok, tidak hanya menjadi jembatan yang menghubungkan aktivitas informasi dari berbagai person di seluruh dunia. Akan tetapi juga menyimpan potensi lain yang patutnya diwaspadai oleh para penggunanya, terutama kaum perempuan.

Salah satu isu yang tengah hangat dibicarakan perihal potensi bahaya media sosial, yakni adanya kasus Kekerasan Berbasis Gender Online atau KBGO. Masalah ini disebut-sebut banyak menyasar kaum perempuan sebagai korbannya.

Sebagai informasi, menurut Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), KBGO merupakan segala tindakan kekerasan yang difasilitasi teknologi. Sebagaimana kekerasan berbasis gender yang terjadi di dunia nyata.

Wakil Ketua Bidang Siber PWI Kaltim Dirhanuddin saat menyosialisasikan bahaya KBGO dalam bermedia sosial di BPU Kecamatan Bontang Selatan, Sabtu (15/3/2025).

Persoalan itu pun turut menaruh perhatian dari Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim. Kedua lembaga ini pun sepaham untuk kemudian menyosialisasikan bahaya laten yang muncul atas KBGO di balik aktivitas bermedia sosial.

Sekretaris FJPI Kaltim Ria Atia Dewi menuturkan, jika Sabtu (15/3/2025) lalu, pihaknya secara khusus melaksanakan kegiatan sosialiasi terkait persoalan tersebut di Balai Pertemuan Umum (BPU) Kecamatan Bontang Selatan. Kegiatan itu, kata dia, bertujuan memberikan wawasan kepada setiap perempuan untuk lebih awas dan bijak dalam menggunakan media sosial.

“Kita tahu, kalau ragam platform media sosial, tidak hanya untuk kebutuhan mendapatkan informasi atau bisnis. Media sosial juga bisa membawa dampak yang kurang baik jika tidak dimanfaatkan secara bijak dan benar,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Bidang Media Siber PWI Kaltim Dirhanuddin yang menjadi narasumber pada kegiatan itu. Kepada para peserta yang hadir pada acar itu, ia memaparkan, KBGO berdasarkan pemetaan yang dilakukan Komnas Perempuan, terbagi dalam beberapa hal.

“Pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harrasment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), dan pencemaran nama baik (online defamation),” ungkapnya.

Sekretaris FJPI Kaltim Ria Atia Dewi

Selain itu, lanjutnya, yang patut diketahui oleh setiap perempuan bahwa aktivitas yang masuk dalam KBGO dapat berupa perilaku penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan eksploitas yang difasilitasi oleh teknologi atau media sosial.

“Saat ini, banyak sekali kasus kekerasan berbasis gender, berawal dari dunia maya. Semula menjadi teman di media sosial, kemudian karena merasa senang, berlanjut dengan bertemu langsung. Dalam beberapa kasus, perkenalan yang semu ini rata-rata berakhir dengan adanya kasus pelecahan seksual dan tindakan pengancaman,” jelasnya.

Menyadari akan bahaya yang mengintai di balik pemanfaatan media sosial yang tidak bijak itu, Dirhan pun mengingatkan pentingnya kaum perempuan melakukan perlindungan online. Terutama bagi setiap orang tua agar lebih ekstra memberikan perhatian pada setiap aktivitas anak dalam bermedia sosial.

“Perlindungan terhadap privasi didunia maya adalah kunci utama keamanan diri dari berbagai kekerasan atau kejahatan di dunia maya. Privasi adalah batasan atas diri dari jangkauan mata publik. Dalam ranah online, melindungi privasi berarti melindungi data pribadi, terlebih seperti data sensitif,” imbaunya. (*)