
SAMARINDA – Permasalahan pengelolaan Rumah Sakit Haji Darjat (RSHD) Samarinda semakin memanas. Usai dilaporkan puluhan karyawannya sendiri ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur (Kaltim), dan Komisi IV DPRD Kaltim, Rabu 16 April 2025 lalu.
Kini, tujuh ahli waris Alm. H. Darjad buka suara dengan menggelar press conference, di Hotel Midtown Samarinda, Senin (21/4/2025) untuk merespon kondisi terkini RSHD. Para ahli waris yang hadir M. Erwin Ardiansyah Darjat, H. Achmadsyah (putra H. Dardjat), dr. Dedy Pratama Nusyirwan, Hj. Sri Lestari Nusyirwan dan dr. Ayu Mila Sari.
Erwin Ardiansyah Darjat selaku juru bicara ahli waris, mengaku prihatin dan sedih atas persoalan yang menimpa RS Haji Darjat yang dikelola PT. Medical Etam (ME). Ia mengungkapkan nasib puluhan karyawan dan belasan dokter spesialis di RSHD yang tidak mendapatkan haknya, senasib dengan para ahli waris.
“Jujur saja, selama beberapa tahun terakhir, kami sebagai ahli waris tidak mendapatkan keuntungan apapun. Bahkan dividen,” ungkapnya.
Disebutkan, puncak kekisruhan ini terjadi pada 2023 lalu. PT. Dardjat Bina Keluarga (DBK) sekalu pemegang saham mayoritas di RS Haji Darjat sekitar 75 persen, melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
PT DBK merupakan induk dari PT ME. Cikal bakal RSHD berdiri. PT DBK diisi 5 anak dari H. Dardjat. Mereka adalah (almh) Hj. Siti Zaenab, (alm) H. Muhammad Mas’ud, (alm) H. Asmuriansyah, H. Achmadsyah, dan (alm) H. Ardiansyah.
Saat itu, (alm) H. Muhammad Mas’ud-pendiri sekaligus menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) pertama RSHD dan PT ME kemudian didirikan. Selain saham PT. DBK sebanyak 75 persen, PT. ME juga melibatkan pihak eksternal di luar keluarga H. Dardjat, terdiri dari para dokter spesialis dan perseorangan dengan kepemilikan saham sekitar 25 persen.
“Tahun 2023 kami mencoba untuk melakukan RUPS, tetapi ada ahli waris di PT DBK ada yang tidak cocok,” katanya.
Disebutkan, di tahun yang sama, RUPS justru juga dilaksanakan PT ME untuk merubah Anggaran Dasar perusahaan. Dalam RUPS itu, PT DBK tidak dilibatkan lantaran dianggap telah kedaluwarsa atau tidak aktif. Makanya, dia mengatakan, kepengurusan PT ME dan susunan manajemen di RSHD saat ini, terbentuk tanpa melibatkan PT DBK.
“Jadi manajemen saat ini adalah hasil RUPS tanpa PT DBK. Karena kami waktu itu belum mengurus peralihan, sehingga dianggap tidak aktif, tidak punya hak suara,” ucapnya.
Erwin pun prihatin, akibat kisruh ini pula, keluarga besar H. Dardjat pun terdampak. Nama baik Alm. H. Dardjat yang selama ini dikenal sebagai tokoh masyarakat positif, jadi ikut terseret.
“Walaupun kami sebagai pemegang saham, tapi selama ini kami tidak pernah terlibat dan tidak pernah dilibatkan dalam hal apapun tentang pengelolaan Rumah Sakit Haji Darjad. Jadi itu merupakan tanggung jawab dari manajemen RSHD,” tegasnya.
Ia pun berharap persoalan yang menimpa RSHD bisa cepat selesai, karyawan dan dokter spesialis bisa mendapatkan kembali hak nya, mengingat persoalan ini juga menjadi aib bagi keluarga besar Alm. H. Darjat.
Sementara itu, dr. Dedy Pratama Nusyirwan, sebagai salah satu dokter spesial di RSHD saat itu, yang juga ahli waris, mengaku tidak pernah dibayar jasa medis oleh pihak managemen RSHD.
“Selama saya bekerja di RSHD saya tidak pernah mendapatkan kontrak kerja atau PKS, sehingga uang jasa medis saya tidak menerima, hingga satu tahun saya bekerja di RSHD saya berhenti,” ungkap Dedy.(hel)







